Halaman

Rabu, 02 Oktober 2013

"Asal-Usul Nenek Moyang Orang Minangkabau"



Pertanyaan soal asal-usul leluhur penduduk Minangkabau sesungguhnya bukan isu baru karena sudah sejak lama menjadi perbincangan. Namun sayangnya, jawaban terhadap pertanyaan tersebut tidak ada yang meyakinkan, banyak yang masih mereka-reka dan berupa hipotesa belaka. Ketidak pastian ini barangkali ada kaitannya dengan tidak terbiasanya orang Minang jaman dahulu dengan budaya sejarah tulisan.
Kenyataan ini membuat tim penyusun buku Sejarah Minangkabau oleh drs. M.D. Mansoer dkk di tahun 1970 harus bekerja ekstra keras. Yang banyak beredar adalah buku-buku tambo seperti “Tambo Alam Minangkabau” dan “kaba” yang cukup banyak jumlahnya, namun hanya selintas menyinggung perihal kehidupan orang Minangkabau di masa lalu. Hingga tahun 1970 masih belum ada usaha yang serius dan efektif untuk menyelidiki dan menyaring fakta-fakta sejarah Minangkabau dari tambo-tambo dan kaba-kaba itu. Cerita-cerita rakyat yang dipusakai (sebagian besar secara lisan), turun temurun dan baru sebagian kecil yang dibukukan, setidak-tidaknya berisi “2% fakta sejarah” yang tenggelam dalam “98% mitologi”. Bagaimana menggali dan menyisihkan 2% fakta sejarah dari 98% (lumpur) mitologi itu merupakan persoalan tersendiri. Pada umumnya tambo-tambo dan kaba-kaba itu baru diusahakan (sebagian kecil) penulisannya, ketika Minangkabau telah mengenal tulisan. Tulisan itu, abjad Arab, lazim disebut “huruf Melayu.” Kenyataan ini mengandung makna, bahwa orang Minangkabau baru pandai tulis baca, setelah mereka beragama Islam.
Berikut ini marilah kita ikuti rangkuman pandangan dan kesimpulan dari para sejarawan terhadap asal penduduk Minangkabau di Sumatera Barat.
Menurut sebagian sejarawan, kebudayaan Minang diperkirakan bermula sekitar 500 tahun SM, ketika rumpun bangsa Melayu Muda masuk ke Ranah Minang membawa kebudayaan Perunggu. Pembauran bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda menurunkan leluhur suku Minangkabau sebagai pendukung kebudayaan Perunggu dan Megalitikum.
Adapun peninggalan jaman pra-sejarah berupa situs-situs Menhir hanya ditemukan di kabupaten Limapuluh Kota (kecamatan Suliki dan Guguk). Situs-situs Megalith tersebut tersebar di daerah Koto Tinggi, Balubus, Sungai Talang, Koto Gadang, Ateh Sudu dan Talang Anau. Di desa Parit (daerah Koto Tinggi) berhasil ditemukan situs Megalith terbanyak yakni 380 Menhir, yang diantaranya mencapai tinggi 3,26m.
Di Minangkabau istilah yang dipakai untuk menhir adalah batu tagak. Istilah ini biasa dipergunakan oleh masyarakat Minangkabau yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti batu berdiri.
Menhir merupakan bagian dari produk tradisi megalitik yang menggunakan batu-batu besar sebagai material kebudayaannya; mega berarti besar dan lithos berarti batu. Sejarah pendirian menhir telah berlangsung sejak zaman neolitik sekitar 4500 tahun yang lalu. Awal kemunculannya hampir bersamaan dengan produk tradisi megalitik lainnya yang seangkatan seperti dolmen, teras berundak (bertingkat) dan lain-lain.
Di daerah darek, daerah inti kebudayaan Minangkabau, menhir ditemukan paling banyak di kabupaten Limapuluh Kota, kemudian disusul dengan kabupaten Tanah Datar. Di kabupaten Tanah Datar dijumpai ribuan menhir bersamaan dengan temuan-temuan lain seperti batu dakon dan lumpang batu. Menhir-menhir tersebut  muncul dalam bentuk yang beragam, ada yang berbentuk tanduk, pedang, phallus dan beberapa bentuk kepala binatang.
Di kabupaten Tanah Datar juga terdapat menhir-menhir yang sebetulnya sudah difungsikan sebagai nisan kubur Islam yang hampir semuanya berorientasi menghadap ke utara-selatan. Dengan demikian dapat dipastikan menhir-menhir di Kabupaten Tanah Datar umurnya jauh lebih muda jika dibandingkan dengan menhir-menhir di Kabupaten Limapuluh Kota.

Melayu Purba Pembawa Tradisi Megalitik ke Minangkabau?
Pada ekskavasi arkeologis yang dilakukan di situs megalitik Ronah, Bawah Parit, Belubus berhasil ditemukan rangka manusia dari penggalian menhir di lokasi tersebut. Di Bawah Parit dan Belubus ditemukan rangka manusia yang berorientasi hadap barat laut – tenggara, sementara di Ronah sebagian berorientasi timur laut – barat daya, dan sebagian lagi berorientasi utara – selatan (Boedhisampurno 1991).
Jenis rangka manusia tersebut dapat digolongkan sebagai ras Mongoloid (Boedisampurno 1991: 41), yang mengandung unsur Austromelanesoid yang diperkirakan hidup 2000-3000 tahun lalu (Aziz 1999).
Menurut Kern dan Heine Geldern, seperti yang dikutip Soekmono (1973), migrasi ras Mongoloid dari daratan Asia ke Nusantara telah berlangsung dalam dua gelombang besar. Gelombang pertama mulai pada masa neolitikum yang membawa budaya kapak bersegi terjadi sekitar 2000 SM yang oleh para ahli digolongkan sebagai kelompok Melayu Tua (Proto Melayu), sementara itu gelombang kedua muncul pada zaman logam yang membawa kebudayaan Dongson yang dimulai 500 SM, digolongkan sebagai kelompok Melayu Muda (Deutro Melayu). Soekmono mengatakan bahwa pada zaman logam ini disamping kebudayaan logam, juga dibawa kebudayaan megalitik (kebudayaan yang menghasilkan bangunan dari batu-batu besar) sebagai cabang kebudayaan Dongson (Soekmono 1973).
(Dongson adalah nama tempat di selatan Hanoi yang dianggap sebagai asal kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Konon kebudayaan Dongson ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hallstatt, Austria).
Tampaknya kebudayaan ini dikembangkan oleh ras Mongoloid yang berpangkalan di Indo China dan berkembang dengan pesatnya di zaman Megalitikum dan zaman Hindu. Nenek moyang orang Minangkabau itu datang dari daratan Indo China terus mengarungi Lautan Cina Selatan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki Sungai Kampar, Siak dan Indragiri. Sebagian diantaranya mengembangkan kebudayaan serta peradaban mereka di sekitar Kabupaten Limapuluh Kota sekarang.
Dengan ditemukannya rangka manusia tersebut telah memperkuat teori bahwa telah terjadi migrasi ras Melayu Purba (yang berbahasa Austronesia) ke Sumatera, terutama Sumatera bagian Tengah. Oleh sebab itu barangkali kita sepakat bahwa nenek moyang bangsa Minangkabau yang berasal dari daratan Asia, yang telah datang ke wilayah ini mulai sejak zaman pra-sejarah dapat digolongkan ke dalam Melayu Muda (Deutro Melayu).
Di dalam historiografis tradisional, seperti kaba (tradisi lisan) dan tambo (yang bagi kalangan tertentu mempercayainya 100%) dikatakan Minangkabau terdiri atas tiga luhak, selalu dikatakan dan sudah menjadi paradigma tunggal bahwa Tanah Datar adalah luhak tertua tempat dirintis dan disusun pertama kali adat istiadat Minangkabau (Agam sebagai yang tengah dan Limapuluh Kota dianggap sebagai Luhak Nan Bungsu). Dengan adanya temuan tradisi megalitik di Limapuluh Kota yang lebih tua dari Tanah Datar, paradigma tradisional itu kini dipertanyakan kembali (Herwandi 2006).
Sementara menurut Bellwood (1985), penduduk Sumatera adalah imigran dari Taiwan dengan jalur dari Taiwan ke Pilipina, melalui Luzon terus ke Kalimantan dan kemudian ke Sumatera. Kesimpulan ini diambil Bellwood berdasarkan perbandingan bahasa. Bahasa yang digunakan oleh penduduk Sumatera, menurut Bellwood termasuk kelompok Western Malayo Polynesian (WMP) yang merupakan turunan dari Proto Malayo Polynesian (PMP). PMP adalah turunan dari Proto Austronesian (PAN) yang diperkirakan digunakan oleh penduduk Taiwan pada sekitar tahun 3000 SM.
Dari hasil penelitian, bahasa Minangkabau 50% kognat dengan PMP.
Jadi menurut kajian awal dan bukti linguistis, disimpulkan bahwa dialek bahasa yang konservatif ditemui di kabupaten Limapuluh Kota. Daerah tersebut dihipotesiskan sebagai daerah pertama yang didiami oleh orang Minangkabau di Sumatera Barat, sesuai dengan bukti arkeologis yang dibahas di awal artikel ini.
Dengan demikian cerita yang ada dalam tambo dan kaba bahwa Tanah Datar merupakan daerah tertua di Minangkabau tidaklah masuk akal, hanya suatu mitos belaka. Logikanya, perluasan wilayah Minangkabau dari daratan rendah ke daratan tinggi; melalui sungai atau pantai ke pegunungan (Nadra, 1999).



Pandangan kontroversial Professor Stephen Oppenheimer
Buku Eden in The East karya Professor Stephen Oppenheimer yang mengulas soal  Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara mengisahkan bahwa Indonesia dan sekitarnya pernah menjadi benua dan tempat peradaban manusia di penghujung Zaman Es. Professor Stephen Oppenheimer adalah seorang peneliti dari Universitas Oxford di Inggris, pakar genetika yang juga mendalami antropologi dan folklore yang mengkaji dongeng-dongeng dunia. Oppenheimer meyakini bahwa Indonesia dan sekitarnya pernah menjadi benua dan tempat peradaban manusia di penghujung Zaman Es. Benua ini disebutnya dengan istilah Sundaland.
Dalam buku tersebut, Oppenheimer seolah memutar balik sejarah dunia. Bila selama ini sejarah mencatat bahwa induk peradaban manusia modern itu berasal dari Mesir, Mediterania dan Mesopotamia, maka Oppenheimer punya tesis sendiri.
Buku Eden in the East merupakan hasil penelitian Oppenheimer selama bertahun-tahun yang dilakukannya di berbagai negara. Benua Sundaland yang disebut oleh Oppenheimer tentu saja tidak bisa dibayangkan seperti bentuk wilayah ASEAN saat ini yang terdiri dari Indonesia, Semenanjung Malaysia dan Laut China Selatan. Wilayah ini dulunya masih menjadi satu, yaitu Sundaland.
Benua ini menurut Oppenheimer ada pada sekitar 14.000 tahun yang silam, sudah didiami oleh manusia.  Saat itu, Taiwan terhubung langsung dengan China. Tidak ada Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut China Selatan. Semua adalah daratan kering yang menghubungkan Sumatera, Jawa, Kalimantan dan China. Yang dari dahulu sudah terpisah lautan adalah Sulawesi, Maluku dan Papua yang memiliki laut dalam.
Menurut Oppenheimer, dari 14.000 tahun lalu itulah Zaman Es mulai berakhir. Oppenheimer menyebutnya banjir besar. Namun menurut dia, banjir ini bukannya terjadi mendadak, melainkan naik perlahan-lahan.
Dalam periode banjir pertama, air laut naik sampai 50 meter. Ini terjadi dalam 3.000 tahun. Separuh daratan yang menghubungkan China dengan Kalimantan, terendam air.
Kemudian terjadilah banjir kedua pada 11.000 tahun lalu. Air laut naik lagi 30 meter selama 2.500 tahun. Semenanjung Malaysia masih menempel dengan Sumatera. Namun Jawa dan Kalimantan sudah terpisah. Laut China Selatan mulai membentuk seperti yang ada hari ini.
Oppenheimer lantas menambahkan, banjir ketiga terjadi pada 8.500 tahun lalu. Benua Sundaland akhirnya tenggelam sepenuhnya karena air naik lagi 20 meter. Terbentuklah jajaran pulau-pulau Indonesia, dan Semenanjung Malaysia terpisah dengan Nusantara.
Meskipun naik perlahan, Oppenheimer mengatakan kenaikan air laut ini sangat berpengaruh kepada seluruh manusia penghuni Sundaland. Mereka pun terpaksa berimigrasi, menyebar ke seluruh dunia.
Pandangan kontroversial dari Oppenheimer ditanggapi beragam oleh para koleganya. Sebagian arkeolog percaya pada bukti-bukti yang dikemukakan Oppenheimer, sementara sejumlah arkeolog yang tetap yakin bahwa orang Indonesia berasal dari Taiwan. Tapi belakangan ini sejumlah arkeolog juga menunjukkan bukti betapa keterampilan lokal, seperti berlayar dan menangkap ikan, telah ada sepuluh ribu tahun lalu, dan bercocok tanam di Indonesia sudah ada lebih dari empat ribu tahun lalu.
Belakangan, kelompok peneliti yang merupakan teman sejawat dari University of Oxford dan University of Leeds mengumumkan hasil penelitiannya dalam jurnal “Molecular Biology and Evolution” edisi Maret dan Mei 2008 dalam makalah berjudul:
Climate Change and Postglacial Human Dispersals in Southeast Asia” (Soares et al., 2008) dan “New DNA Evidence Overturns Population Migration Theory in Island Southeast Asia” (Richards et al., 2008).
Richards et al. (2008) berdasarkan penelitian DNA menantang teori konvensional saat ini bahwa penduduk Asia Tenggara saat ini (Filipina, Indonesia, dan Malaysia) datang dari Taiwan 4000 (Neolitikum) tahun yang lalu. Tim peneliti menunjukkan justru yang terjadi adalah sebaliknya dan lebih awal, bahwa penduduk Taiwan berasal dari penduduk Sundaland yang bermigrasi akibat Banjir Besar di Sundaland.
Pemecahan garis-garis mitochondrial DNA (yang diwarisi para perempuan) telah berevolusi cukup lama di Asia Tenggara sejak manusia modern pertama kali datang ke wilayah ini sekitar 50.000 tahun yang lalu.
Ciri garis-garis DNA menunjukkan penyebaran populasi pada saat yang bersamaan dengan naiknya muka laut di wilayah ini dan juga menunjukkan migrasi ke Taiwan, ke timur ke New Guinea dan Pasifik, dan ke barat ke daratan utama Asia Tenggara – dalam 10.000 tahun.
Sementara itu Soares et al. (2008) menunjukkan bahwa haplogroup E, suatu komponen penting dalam keanekaragaman mtDNA (DNA mitokondria), berevolusi selama 35.000 tahun terakhir, dan secara dramatik tiba-tiba menyebar ke seluruh pulau-pulau Asia Tenggara pada periode sekitar awal Holosen, pada saat yang bersamaan dengan tenggelamnya Sundaland menjadi laut-laut Jawa, Malaka, dan sekitarnya. Lalu komponen ini mencapai Taiwan dan Oceania lebih baru, sekitar 8000 tahun yang lalu. Ini membuktikan bahwa global warming dan naiknya permukaan laut di ujung Zaman Es 15.000–7.000 tahun yang lalu, sebagai penggerak utama human diversity di wilayah ini.
Nah, kini Anda lebih percaya kepada teori yang mana?
Apakah condong kepada pendapat yang selama ini dipegang oleh mayoritas sejarawan bahwa nenk moyang orang Minangkabau berasal dari Melayu Purba yang membawa kebudayaan Dongson, atau teori Oppenheimer yang beranggapan sebaliknya, justru  penduduk Sundaland (Nusantara) yang bermigrasi ke Taiwan dan lain-lain akibat Banjir Besar di Sundaland? Kalau Anda setuju dengan Oppenheimer, artinya bangsa kita yang menjadi saudara tua dari bangsa Cina, Taiwan dan Jepang.
Wallahualam.





Daftar Ke Pustakaan
Sejarah Minangkabau, Drs. M.D. Mansoer dkk, Bhratara, 1970
Nadra, Daerah Pertama Yang Didiami oleh Orang Minangkabau Berdasarkan Bukti Linguistis: Kajian Awal, 1999
Herwandi, Limopuluah Koto Luhak Nan Tuo: Menhir, Jejak Budaya Minangkabau Membalik Paradigma Tradisional, 2006
http://blogs.itb.ac.id/iban/2012/01/31/sundaland-part-2/

Senin, 26 Agustus 2013

Pantun Agama Islam

Layang-layang tabang malayang
hinggok di rantiang si kayu jati
sungguah elok urang sumbayang
mukonyo janiah hatinyo suci

Siapo maninggakan sinan luhua
berangnyo tuhan tibo ba ansua
mandapek siksa di dalam kubua
dagiang jo tulang hancua malulua.

Sia maninggakan sinan ashar
karano anggan ataupun engkar
paneh di kubua sangek mambaka
tiado tampek untuuak mahinda

Sia maninggakan sinan maghrib
tanah di kubua alah mangapik
mayik manangih manjarik-jarik
batambah lamo batambah sakik

Sia maninggakan sinan isya
karano digaduah setan jo hawa
sagalo rajaki kita terima
alun di timbang alah di tanyo

Sia maninggakan sinan subuh
karano anggan mangikuti suruah
taraso sakik saluruh tubuh
dagiang jo tulang hancua maluluah

Sia maninggakan kalimonyo
berang tuhan tiado tahinggo
diam dibumi indak ka iyo
carilah bumi jo tuhan lain padonyo. bersambung.....!

Sabtu, 24 Agustus 2013

"PISAU MAJA BA AMUAK AN"



BAB I

AWAL MULA CERITA :
Dua orang anak gadih pulang dari pangajian, di dalam perjalanan menuju pulang ke rumahnya, tiba-tiba dihadang orang di tengah jalan, dan berkata :

Jala            : Manolah Hayati jo Halimah, alah lamo niek takanduang di dalam hati, andak batamu muko jo adiak nan baduo, kiniko niek baru tacapai, elok baranti adiak sabanta, ado sesuatu ka uda sampaikan kapado adiak.

Hayati       : Manolah uda Jala janyo denai, indak elok uda co iko, manghadang kami nan baduo, apo laii ditangah nan langang, buruak cando di liek urang, salah sangko urang mancaliak.

Jala            : Manolah Hayati jo Halimah, usahlah adiak maraso cameh, usahla adiak maraso takuik, uda hanyo manyampaikan niek dai dalam hati, nan salamo nangko denai simpan di lubuak hati nan paling dalam.

Hayati       : Uda janyo yati, elok uda mahinda dari siko, apo uda indak tau di malu, apo uda indak tau jo adaik, manga uda babuek sarupo iko, elok kiniko uda mahinda dari kami, usahlah uda manghadang kami juo.

Jala            : Manolah yati jo halimah, danga dek adiak kato denai, sabalun mukasuik denai sampaikan, denai nan indak baganjua suruik, walaupun apo nan katajadi, alah katarang dek kalian...?

Kemudian Hayati jo Halimah mamakiak meminta tolong. Tolong,,,,,,tolong,,,,,,tolong,,,,tolong,,,, :

Ramli        : Manolah Hayati jo Halimah, apo garan nan tajadi, manga mamakiak maminta tolong..?
Hayati       : Alhamdulillah, uda capek tibo, kami di hadang si jala tu, urang nan indak tau malu.
Jala           : Hei Ramli..! elok barasak ang dari siko, usah campuri urusan denai, karajo wa’ang sajo nan karajoan, capek barangkek wa’ang dari siko.
Ramli        : Manolah Jala janyo denai, denai indak mancampuri urusan wa’ang, tapi karajo wa’ang alah manyimpang, indak manuruik alua jo patuik, manurik adaik jo agamo..
Jala           : Hei Ramli, pandai pulo wa’ang bahandai-handai, pandai pulo wa’ang bakutubah, elok baliak wa’ang kasurau, sabalun aden tabik suga,,,,
Ramli        : Hei Jala usah nafasu di paturuikan, karajo setan ancak di jauhi, suruikkan hati kanan bana, sabalun malangkah labiah jauh..
Jala           : Kurang aja bana anak silabai sabako ka aden, pandai pulo wa’ang majaja de, kok iyo santiang wa’ang, sambuik kaki den dek wa’ang....!
Ramli        : Hei Jala, kalau baitu kandak wa’ang, salangkah denai indak suruik, satapak denai indak kabarasak, jualah diwa’ang bia denai mambali.©˧
Jala           : Ramli,,,, ingek-ingek wa’ang, baleh den pasti kapulang, dandam den bawok larek, kasumaik den bawo mati, suatu saat kito batamu baliak.....



(Serentak)



BAB II

MANDEH TANYO KA ANAK(HAYATI) :

Salamah      : Anak kanduang upiak Hayati, kamarilah anak agak sabanta            , ado nan paralu mandeh tanyokan, adok kabadan diri anak.

Hayati         : Mandeh kanduang dek badan yati, di saru yati lah tibo, dipanggia yati lah datang, apo garan nan mandeh tanyokan hadok kabadan diri yati, alah kasanang hati mandeh..?

Salamah      : Hayati buah hati mandeh, pamenan mato siang jo malam, mangko yati mandeh saru, mangko yati mandeh himbau, sajak kapatang kalam hari, darah mandeh tasirok-sirok, hati di dalam tak kunjuang sanang, sajak Halimah mambari kaba kapado mandeh, apo sabanarnyo nan tajadi, nan manimpo diri anak..?

Hayati         : Mandeh kanduang dek badan ambo, kalau itu nan marusuah di hati mandeh, bialah yati uraikan dan yati papakan, danga dek mandeh jaleh-jaleh, simak dek mandeh tarang-tarang, wakatu itu yati jo halimah pulang dari surau, ditangah jalan di hadang sijala di nan kalam,,,,

Salamah      : Iyo ndak baradaik si Jala tu, baitulah anak nan indak batunjuak baajari, babuek sakandak napasunyo sajo, indak tau pantang larangan,,,....

Hayati         : Mandeh kanduang badan dek yati, indak elok mandeh bakato sarupo itu, yati jo halimah lai salamaik sajo, indak ado kakurangan satuupun...

Mankuto A: Assalamualaikum,,,, Dari tadi ayah danga, alah bamacam-macam kato nan kalua,. Umi, yati tolong danga kato ayah, sagalo kajadian ayah alah tau, Ramli jo si Malin nan mangatoan, mako sagalo kajadian ko Allah mauji keimanan umaiknyo dalam menempuh kehidupan di dunia ini, umi harus bersyukur pado Allah, anak kito alah tahinda malapataka,. Waktu zuhur alah tibo mari kito sholat kasurau(musajik).


BAB III

MAMAK TANYO KANAKAN :
  • Pandeka S   : Manolah Jala kamanakan denai, den patuik wa,ang dalam sahari duo hariko, gilo bamanuang-manuang sajo, apo sabab karanonyo, cubo tarangkan kapado denai, apo nan manimpo diri wa,ang..?
  • Jala              : Mamak kanduang badan dek ambo, kalau itu nan mamak tanyokan, rumik denai mangatokannyo, susah dek denai manyampaikan, kok pai labih dari pado ampadu, kama denai kamangadu, kama denai ka minta tolong, alah tarang dek mamak..?
  • Pandeka S   : Hei...! Jala heran den mandanga kato wa,ang. Apo wa,ang alun tau, sia bana mamak wa,ang ko,. Ko aden banamo pandeka sangik, pantang mandanga kato sandiang, pantang mandanga kato sereang, jikok kareh aden takiak, jikok lunak aden sudu, alah katarang tu dek wa,ang,,?
  • Jala              : Mandang rundiangan dek mamak, bak cando urang haus dapek ayia, sajuak rasonyonyo sudu-sudu hati, kok cabiak lai kabatumbok, kuyak lai kabajaik,,.
  • Pandeka S   : Hei,, Jala,,! Apo subananyo nan tajadi,? Cubo tarangkan pado denai, capek ang katokan, sasak angok den dibueknyo, rangkik-rangkik badan den mandanga kato wa,ang, alah katarang sia nan mamak wa,ang ko,,?
Jala              : Kalau baitu kato mamak, danga dek mamak denai tarangkan kajadian nan manimpo diri denai, denai bacakak jo si Ramli, anak dek labai Saba, tapi indak sampai disitu sajo, mamak pulo nan dikandak annyo, itulah kajadian nan sabananyo, ba,a dek mamak tantang itu,,?
Pandeka S   : Iyo bana kurang aja, anak si Labai saba tu, aden pulo andak di saba annyo, Ula lalok nan dijagokannyo, puncak kada den nan di singguangnyo, bia den cari paja tu kini, ndak tantu dinyo, sia bana pandeka sangik tu,,?

BAB IV

PANEHAN PANDEKA BAKEH RAMLI
Pandeka S   : Anak mincacak anak mincacau, anak singiang-ngiang rimbo, anak karasak batu apuang, anak londi di baliak batang, anak nan indak batunjuak baajari, ayah wa,ang lai labai, tibo di anak nyo cingkahak urang.
Ramli          : Manolah mamak pandeka sangik,! Heran tacangang denai maliek mamak, badai indak hujanpun indak, tapi mamak kalibuik indak batantu, sarupo buruang murai kasiangan, sarupo cino tapanggang jangguik, kusuak anyak indak manantu.
Pandeka S   : Hei...anak maniek,,,! Aden pulo wa,ang katokan kusuak anyak indak manantu, sarupo cino tapanggang jangguik, iyo bana bangkang wa’ang ko gadang pulo singguluang dari baban, gadang pasak dari pado tiang, jawi ketk gadang languah, apo wa’ang alun tau, jo sia wa’ang bahadok an muko,,?
Ramli          : Manolah mamak pandeka sangik, indak elok mamak sarupo iko, mahariak-hariak indak manantu, marentak-rentak sarupo urang kalimpasiangan, mungkin mamak sadang tasapo, elok barubek mamak kaaurang nan pandai..
Pandeka S   : Hei,,, kurang aja,,! Barang panyangek nan ang buncah, puncak kada den nan wa’ang singguang, ka den pangakan wa’ang ko, antah kok den ratak mantah-mantah, baitu kasanang hati den...
Ramli          : Manolah mamak pandeka sangik, usah muluik mak tadarang-darang, indak elok kato talompek-lompek, urang pandarang acok kanai mak, urang palompek kadok patah, manga napasu mamak turuik an, alamaik sasek jalan ka kito tampuah,.
Pandeka S   : Hei,,, Bingkaruang,,! Pandai pulo wa’ang bahandai-handai, aden pulo nan wa’ang aja, kini baitulah dek wa’ang, paelok tagak wa’ang, mari kito cubo nak salayok, ganti mapasiah-pasiah langkah, ganti mambuang-buang paluah buruak.
Angku. P     : Manolah Pandeka Sangik, sarato wa’ang Ramli, Apo sabab karanonyo, mangko tajadi nan sarupo iko, cubo tarangkan pado denai.
Pandeka S   : Angku Palo kato denai, jikok itu nan angku tanyokan, danga dek angku denai jalehan, si Ramli bagaduah jo si Jala, manga aden pulo nan dibaok-baoknyo, alah katarang dek angku palo tu,,?
Angku P      : Kini baitulah dek pandeka, di balairuang adaik kito salasaikan, jikok kusuik disitu kito salasaikan, jikok karuah disitu kito pajaniah, alah katarang dek pandeka. Baitu juo pado wa’ang Ramli, karano denai masih ado urusan nan lain, mari kito pulang katampek masiang-masiang..



BAB V

MANYALASAIKAN MASALAH:
Labai S        : Assalamualaikum.wr.wb
Angku P      : Wa’alaikumussalam, Oh Mak Labai Saba kironyo, Angin apo nan mambawok mak labai datang kamari, lah sabulan kito indak batamu muko, kalau indak ado barado, dima tampuo basarang randah, kan iyo baitu mak labai
Labai S        : Angku Palo,,! Urang nan arif bijaksano, tau di rantiang nan kapatah, tau di dahan nan kamaimpok, tau di duri kamancucuak, angin nan basiuik ataupun ombak kabasabuang, takilek ikan dalam ayia, ikan takilek jalo tibo lah tantu jantan batino nyo.
Angku P      : Mak Labai Saba janyo ambo, suluah bendang dalam nagari, kapai tampek batanyo, kapulang tampek mangadu, himpunan sarak sarato adaik, di alim ulama talataknyo, kan iyo baitu mak labai,,?
Labai S        : Kini baitulah dek Angku Palo, bak papatah angku palo juo mah, pado baladang kasubarang, elok baladang ka tandikek, tinaman tumbuah mudo-mudo, jikok dirantang namuah panjang, elok dipunta ndak nyo singkek, singkek sakadar kabaguno, ba,a dek angku tantang itu,,?
Angku P      : Sapanjang kato-kato mak labai, lah bana  kato nan basabuik, lah luruih jalan nan batampuah, dalam barih jo balabek, dalam cupak dengan gantang, dikanduang adaik jo pusako ko, sajak dahulu sampai kini, kan tak ado nan barubah,,?
Labai S        : Angku Palo, pusek jala pumpunan ikan, urang nan arif jo bijaksano dalam nagari, jikok ambo danga dalam saminggu duo minggu ko, lah banyak kakacauan nan tajadi, lah kamaliangan urang dalam nagari, itu nan marasahkan urang banyak, ba’a pandapek angku palo tantang itu,,?
Angku P      : Mandanga kato mak labai, rusuah denai mandangakan, iko paralu kito amankan, kito cari urang nan mangacau, supayo kampuang kito aman bagai samulo, alah kasanang hati mak labai,,?
Labai S        : Kalau baitu, mari kito mamahon pado allah, semoga kampuang kito ko, dijauhi dari sagalo karusuhan, amiiin amiin ya rabbal a’lamiiin.



BAB VI

JALA JO KAWAN-KAWANYO:
Jala              : Manolah Mu’in jo Malanca, kama sajo kalian,,? Dari tadi aden mancari wa’ang, kiniko baru basuo.
Mu’in          : Manolah Jala janyo denai, manga kami wa’ang cari ado paralu apo kironyo, cubo kabakan pado kami,,,!
Jala              : Manolah Mu’in jo Malanca, mangko wa’ang baduo denai cari, ado rencana dari denai, danga dek kalian jaleh-jaleh, antaro denai jo siramli, alah tajadi silang salisiah, tajadi cakak antaro kami..
Mu’in          : Manolah Jala janyo denai, diri wa’ang kan lai ndak baa..?
Jala              : Hei,, Mu’in,,! Alun sudah aden bicaro alah wa’ang salo pulo, indak ba’a-ba’a kato wa’ang, sampai kini ko taraso sakik pinggang den, lai tadanga dek wa’ang,,?
Malanca      : Lai,,,,lai,,,lai, jadi apo pulo rencana wa’ang nankaba sampaikan pado kami, capeklah wa’ang katokan, nak jaleh pulo dek kami,,
Jala              : Danga dek kalian nan baduo, nan paliang sakik bana aden di agiah malunyo dimuko Hayati jo Halimah, dek karano ikolah aden mintak tolong pado kalian.
Mu’in          : Kalau baitu,,, alah tau kami tujuan wa’ang, karano wa’ang alah dapek malu,,? Nan si Ramli tu diagiah malu pulo, kan baitu mukasuik wa’ang,,,,?
Jala              : Pucuak dicinto ulampun tibo, sumua di kali aia datang, itu bana tujuan denai. Aden punyo rencana, kito cilok dompet si Ramli, kito latak an dibawah pintu rumah si Hayati, aden nan malatakan, wa’ang baduo nan basorak (maliang), baa pandapek wa’ang tantang itu,,?
Mu’in          : Padek bana rencana wa’ang jala, bilo kito buek tu?
Jala              : Kalau kalian alah satuju, tunggu sajo tanggal mainnyo, mari kito bubar lai....!
BAB VII

MAMPALUKAN RAMLI :
Jala              : Mu’in kamarilah wa’ang,, cubo ang liek anak Labai Saba tu, bajalan bapasang-pasangan, ditangah jalan nan rami, yo bana indak punyo malu.
Malin           : Hei Jala,,! Apo mukasuik wa’ang bakato sarupo itu? Iyo bana jilatang wa’angko, alah heboh urang dalam kampuang, lah sibuk urang nan banyak, dek ulah parangai buruak wa’ang..!
Jala              : Hei,,Malin! Manga sato pulo wa’ang, wa’ang samo sajo jo si Ramli tu, bagandiang-gandiang di tangah jalan, wa’ang nan baduo kotak ubahnyo sarupo musang babulu ayam, urang talengah wa’ang mancilok.
Ramli          : Malin,! Indak guno kito ladani, dek basorak-sorak sajo lah inyo, indak guno kito danga, anggap sajo urang gilo dijalan gadang, elok kito bajalan sajo.
Jala              : Mu’in, cuba wa’ang patuik, anak labai saba tu, padusi atau laki-laki, jikok padusi, suruah inyo mamakai orok jo salendang, ba’a pandapek wa’ang mu’in,?
Ramli          : Hei,, Jala! Danga diang kato den ko, asa hilang duo tabilang, musuah indak den cari, basuo pantang den ilak an, paelok lah tagak wa’ang.
Hayati         : Uda Ramli janyo yati, indak guno siJala tu diladani, inyo gilo kito kasakik pulo, elok kito tinggaan sajo urangko.
Angku P      : Hei Ramli manga kalian disiko, apo garan nan tajadi, cubo tarangkan pado denai.
Ramli          : Angku Palo janyo ambo, katiko kami pulang dari surau tadi, di tangah jalan kami di hadang si Jala, tajadi patangkaran antaro kami.
Angku P      : Mano si Jala tadi, iyo bana anak nan indak tau di caro, urang dalam barundiang, inyo lah hilang sajo, kini baitulah dek kalian, karano hari lah malam, elok sagiro kalian pulang.
Ramli          : Kalau baitu kato angku palo, kami pailah dahulu, Assalamualaikum.
Angku P      : Wa’alaikumus salam.



BAB VIII

MANYALASAIKAN MASALAH
Mangkutoa  : Assalamu a’laikum
Labai S        : Wa’alaikumus salam,  oh tuan mangkuto alam, lah lamo indak batamu, ba’a kaba tuan kiniko, lai kah sanang-sanang sajo.
Mangkutoa  : Manolah Mak Labai janyo denai, suluah bendang dalam nagari, himpunan sarak sarato adaik, adopun mukasuik ambo datang kamari, ado nan paralu denai tanyokan, iyo kabakeh anak mak labai, lai ado si Ramli di rumah,,?
Labai S        : Mangkuto Alam janyo denai, urang cadiak pandai dalam nagari, kalau si Ramli lai di rumah, tapi samantang pun baitu, kalau buliah ambo batanyo untuak apo si Ramli nan tuan cari,? Cubo tarangkan pado ambo supayo nak sanang di dalam hati, sajuak dalam kiro-kiro.
Mangkutoa  : Mak Labai urang nan arif bijaksano,! Usah mak Labai maraso cameh. Iko mah mak lah ribuik urang di dalam kampuang, lah heboh urang dalam nagari. Si Ramli lah bacakak pulo jo si Jala, ado urang nan manyabuik dek karano anak denai si Hayati, iko nan marusuah di diri denai, mamang dalam kiro-kiro, alah katarang dek mak labai?
Labai S        : Kalau baitu kato tuan, bia ambo imbau si Ramlitu dulu, inyo sadang bakarajo dibalakang rumah, mananti tuan agak sabanta.


Dibawok tagak


Labai S        : Manolah Ramli janyo ayah, kamarilah anak agak sabanta, ado nan paralu ka ayah tanyokan, adok kabadan diri anak.

Ramlli         : Ayah kanduang badan dek ambo, ampun baribu kali ampun, ampun sabaleh jo kapalo, tasieok darah di dado yah, gamanta sagalo tulang, lamah sagalo pasandian, ado apo ayah manyaru ambo, cubo ayah tarangkan pado ambo, siangkan bana nan bak hari yah, tarangkan bana nan bak bulan, bia nak sanang dalam hati, sajuak dalam kiro-kiro, pulang ma’lum pado ayah.
Labai S        : Manolah Ramli janyo ayah, ayah mandapek kaba dari tuan Mangkuto Alam, anak lah bacakak jo si Jala, kamanakan dek pandeka sangik, nan marusuah dek tuan Mangkuto Alam iolah karano anaknyo si Hayati, mako tajadi silang salisiah antaro anak jo si Jala, apo batua nan bakian,,?
Ramli          : Ayah kanduang badan dek ambo sarato mamak mangkuto alam, kalau itu nan batanyokan akan ambo uraikan jaleh-jaleh, danga dek ayah sarato mamak,,,! Kami barampek pulang dari surau; Hayati jo Halimah sarato ambo  jo si Malin, di jalan kami batamu jo si Jala baduo jo si Mu’in. Inyo katokan kami bajalan bapasang-pasangan, nan talabiah bana yah, ambo di bao-baonyo pulo, untuanglah si Malin jo Hayati sarato Halimah manyaba-nyabakan ambo, itulah kajadian nan sabanarnyo. Alah kasanang hati ayah sarato mamak Mangkuto Alam.
Mangkutoa  : Kalau baitu kajadiannyo, alah tantu dek ambo ujuang pangkanyo, tapi,, bapasan mamak kapado wa’ang Ramli ingek-ingek wa’ang si Jala jo Mu’in tu. Alah katarangtu di wa’ang, kini baitualh dek Labai jo si Ramli karano hari dek lah tinggi denai pulang lah dahulu. Assalamualaikum
Labai S & Ramli     : Waalaikumussalam wr.wb



BAB IX

JALA JO MU’IN MANGATUR RENCANA
Mu’in          : Manolah Jala kato denai , kamari wa’ang agak sabanta, manga wa’ang bamanuang-manuang sajo, apo nan marusuah di diri wa’ang, mako wa’ang saupo iko, cubo katokan pado denai, kok untuang dapek denai manolongnyo?
Jala              : Manolah Mu’in kato denai, mungkin wa’ang alah tau juo, nan manjadi ganjalan di diri nangko, baleh den alun juo pulang pado si Ramli anak labai tu, alah katarang tu di wa’ang?
Mu’in          : Hei Jala,,,,! Cubo liek dek wa’ang koa! Iko dompet si Ramli, kan iko nan wa’ang cari-cari, kini tarimolah di wa’ang dompetko Jala.

“Maliek dompet si Ramli, Jala galak tabahak-bahak.”

Jala              : Ramli tarimo diang pambalasan denai, manolah Mu’in kato denai, batanyo denai kamakeh wa’ang tantang diri si Malanca, kok den caliak-caliak, inyo agak manjauah dari kito, ba’a pandapek wa’ang Mu’in,,?
Mu’in          : Kini baitulah di wa’ang Jala, si Malanca paralu kito cari, karano rencana kito inyo alah tau, mari kito cari inyo sabalun hari batambah laruik elok barangkek kito kini.



BAB X

FIRASAT BURUK

Ramli          : Manolah Malin sarato kawan-kawan kasadonyo, malam kiniko kito harus bahati-hati, mangko baitu kato ambo, hati ambo nan mangatokan, pado malam kiniko ka ado kajadian di kampuang kitoko, mangko dari itu kito harus hati-hati, jan sampai kampuang kitoko kamaliangan, ba’a dek kawan nan basamo,,?
Malin           : Kalau baitu kato wa’ang Ramli, bialah kami barundo kadalam kampuang. Manolah kawan kasadonyo, elok kito babagi duo, nan barampek kito kahilie kampuang, nan barampek lai kamudiak, beko batamu kito dilapau mak hijah, mari kito barangkek,,!
Ramli          : Tunggu sabanta Malin,,! Kawan kasadonyo pailah dulu, jagolah kampuang kitoko, tapi si Malin tinggalah dulu diposko, beko inyo manyusul kawan-kawan.
Malin           : Manolah Ramli janyo denai,,! Ado apo kironyo dipikiran kawan, cubolah katokan pado denai, kok untuang dapek denai manolongnyo.
Angku P      : Assalamua’laikum..!
Ramli, Mln  : Wa’alaikumussalam wr.wb. oooo Angku Palo kironyo, ado apo angku malam-malam datang kamari,,? Apo ado kajadian dikampuang kitoko?
Angku P      : Manolah Ramli sarato si Malin,,! Adopun ambo, hanyo bajalan-jalan sajo, mancaliak situasi di kampuang kitoko, laikah aman-aman sajo, hanyo itulah tujuan denai.
Ramli          : Kalau baitu kato Angku Palo, sanang rasonyo hati kami, marilah samo-samo kito bado’a, semoga kampuang kitoko, di jauhi bala dari urang nan babuek jahek, kan baitu handaknyo Angku Palo,,?

Angku P      : Amiin amin yarabbal a’lamiin. Manolah Ramli janyo denai, bari luruih denai batanyo, si Hayati mangatokan, bahasonyo wa’ang kehilangan dompet di surau, apo alah basuo dompet wa’ang tu,,? Itu nan denai tanyokan kadiri wa’ang.
Ramli          : Kalau itu nan Angku tanyokan, indak salah si Hayati mangatokan, dompet ambo iyo hilang duo hari yang lalu, katikotu ambo sadang lalok di surau, sampai sa’at kiniko, alun juo basuo lai, baa pandapek Angku Palo tantang iko,?
Angku P      : Mandanga kato wa’ang Ramli, ingek-ingek sajolah wa’ang, mungkin sajo ado urang nan baniek buruak kadiri wa’ang. Karano malam dek alah laruik dennai pulanglah dahulu. Assalamu’alaikum.
Ramli, Mln  : Wa’alaikumussalam wr, wb.



BAB XI

KERUSUHAN DALAM KAMPUANG.

Hayati         : Maliang,,,,,, tolong ado maliang,,,,, tolong,,,,,, maliang,,,,, ado maliang.
Mandanga urang mamakiak, mamintak tolong lah heboh urang nan banyak, lah bakaja-kaja urang di dalam kampuang, Ramli jo si Malin takajuik pulo.
Ramli          : Malin lai tadanga dek wa’ang urang mamakiak mamintak tolong? Molah pai kito kasitu,  capeklah Malin,!
Kamudian Ramli jo Malin pai ka arah urang nan mamintak tolong, tibo ditangah jalan basuo jo kawannyo tadi nan samo-samo rundo
Ramli          : Hei Purin,,! Bari luruih denai batanyo, rumah sia nan kamaliangan? Cubo tarangkan kapado kami, apo nan sabananyo nan tajadi,,?
Purin           : Manolah Ramli kato denai,! Adopun kajadian ko di rumah Hayati, sugirolah wa’ang pai kasitu, bia nak jaleh bana kajadiannyo.
Kemudian lagi pailah Ramli jo si Malin tantang rumah nan dituju, tibo-tibo ditangah jalan dihimbau jo si Jaban sarato kawan nan lainyo.
Jaban           : Kama wa’ang Ramli, tadi kami alah bakaja jo kawan-kawan, urang maliang hilang di nan kalam, lah kami cari basamo-samo, ancik ka urangnyo jajaknyo sajo indak basuo.
Ramli          : Kalau baitu kato wa’ang Jaban, bialah kami karumah Hayati. Kama pulo si Malin tadi, Malin,,,! Malin.!
Jaban           : Tunggu sabanta Ramli! Wakatu ambo kakamari tadi, ambo basobok jo si Malanca, inyo bagageh-gageh sajo, sarupo urang katakuik-an. Ambo maraso curiga ka pajatu, ba’a pandapek wa’ang Ramli?
Ramli          : Kini baitulah di wa’ang Jaban, kito indak buliah manuduah-nuduah sajo, pahamkan sajo didalam hati, mangko baitu kato denai, bukti nan nyato di kito indak ado, alah paham di wa’angtu Jaban.?
Jaban           : Iyo mang batua tu mah tapi ambo maraso curiga sajo, tapi bialah dulu dak?
Ramli          : Kini baitulah Jaban sarato Malin, karano wakatu subuah dek alah tibo, kito sumbayang lah dulu, urusanko kito undurlah dulu, Nah mari kito pai kasurau dulu.



BAB XII

MANCARI KABANARAN DARI FITNAH

Ramli          : Assalamua’laikum
Mangkutoa  : Hei,, Ramli! Apo mukasui wa’ang datang kamari, indak guno rumah den ang jajak, elok pai wa’ang dari siko.
Ramli          : Manolah mamak Mangkuto Alam! Manga mamak bakato sarupo itu, apo kasalah diri ambo,? Cubo tarangkan pado ambo.
Mangkutoa  : Ramli wa’ang iyo indak tau diri, wa’ang agiah malu keluarga den, kini wa’ang bak cando urang indak tau, wa’ang iyo indak punyo malu.
Ramli          : Manolah mamak Mangkuto Alam! Apo sabananyo nan tajadi? Cubo tarangkan pado ambo, siangkan nan bak hari, malamkan nan bak bulan, baru kasanang hati ambo.
Mangkutoa  : Hei Ramli! Danga dek wa’ang kato denai, tangah malam wa’ang datang karumah denai, wa’ang bukak pintu ketek biliak Hayati, bukti nyato ado pado denai, dompet wa’ang kajadi bukti, alah kajaleh dek wa’ang?
Hayati         : Ayah kanduang badan dek ambo,! Indak elok ayah bakato sarupo itu, manuduah uda Ramli sarupo itu, antaro tigo hari nan lalu yati mandapek kaba dari Halimah, uda Ramli kahilangan dompet disurau, apo iyo baitu uda Ramli?
Ramli          : Manolah mamak Mangkuto Alam sarato jo adiak Hayati!  Nan dikatokan Hayati, itulah kato sabananyo. Dompet ambo tu hilang di surau, katiko denai sadang lalok, mungkin ado urang nan ma ambiaknyo.
Hayati         : Manolah ayah sarato uda Ramli! Ado nan takana dek Yati, pado malam kajadian tu, ado urang nan mahimbau Yati, kalau tak salah itu suaro si Jala, dek karano itulah Yati mamakiak mamintak tolong.
Mangkutoa  : Kurang aja bana kamanakan Pandeka Sangik tu, bialah den cari si Jala tu kini, nak den cabiak-cabiak inyo kini, itulah nan kasanang di hati den.
Ramli          : Mamak Mangkuto Alam, basaba mamak dahulu tantang iko, elok mamak pai dahulu ka Angku Palo, bialah denai mancari si Jala, baa pandapek di diri mamak?
Mangkutoa  : Kalau baitu kato wa’ang Ramli, bia den turuik Angku Palo dahulu, cari si Jala tu dek wa’ang, denai barangkek lah dulu.



BAB XIII

KUSUIK MANYALASAI, KARUAH MAMPAJANIAH

Ramli          : Hei Jala,,,! Disiko kironyo wa’ang, kironyo wa’ang nan mancilok dompet den, iyo bana kurang aja wa’ang. Lah samo wa’ang jo binatang, hala jo haram basungkah darahan sajo, patuik sarupo iko parangai wa’ang.
Jala              : Ha,,,,,,ha,,,,,,ha,,,,ha. De’a wa’ang Ramli, sarupo kuciang mancari bini, mangeong-ngeong indak batantu, iyo bana kalimpasiangan dek mancaliaknyo.
Ramli          : Hei Jala! Kok iyo laki-laki wa’ang, sambuik kaki den dek wa’ang.-©©

Tajadi cakak antaro Ramli jo si Jala, si Jala pun dapek ditangkok si Ramli sarato di bantiangannyo, kemudian si Jala mamakiak mamintak tolong.

Pandeka S   : Kurang aja bana anak si Labai Saba ko
Ramli          : Hei Pandeka Sangik,,! Lah samo sajo mamak jo kamanakan, nan surang pandia nan surang tea.
Pandeka S   : Usah wa’ang banyak carito, tarimo dek wa’ang koa.-©©
Angku P      : Hei Pandeka Sangik,,,,,! Awak lah tuo, parangai samo jo anak-anak, si Ramli tu samo jo kamanakan Pandeka, jikok salah tolong ajari, jikok sasek tolong tunjuki.
Pandeka S   : Angku Palo kato denai, hati sia indak paneh, hati sia indak kamaluak, kamanakan den ka inyo patahan ha, kurang aja bana pajako.
Ramli          : Manolah Pandeka Sangik,,! Cubo danga denai bakato, cubo simak denai bicaro, dek api mangkonyo ado asok, dek karano angin lauik bagalombang, indak kamungkin denai sarupo iko, tantulah ado sabab musababnyo, alah katarang tu dek pandeka,,,?
Pandeka S   : Manolah Angku Palo kato denai, cubo danga denai bakato, alah duo kali jo nan kini, kamanakan den di tanganinyo, siapo urang indak kaberang, siapo urang indak kabangih, bantuak indak bamamak kamanakan denaiko bantuaknyo.
Ramli          : Manolah mamak Pandeka Sangik, parangai si Jala ko manyusahan urang kampuang, kabancian urang nan banyak, alah jaleh pisau nyo maja, nyo cubo pulo ma amuakannyo, ancik kaluko bariang sajo indak, alah katarang dek mamak?
Pandeka S   : Hei Ramli,,,! Lancang bana muncuang wa’ang, beko den sumbek jo tangan den ko, baru wa’ang tau raso.
Angku P      : Manolah Pandeka Sangik, sapanjang kato si Ramli tadi, itulah kato sabananyo, lah banyak urang mangadu ka denai, kok malam karajonyo bamabuak-mabuak, kok tagak di simpang jalan, karajonyo manggaduah anak gadih urang, si Hayati jo Hlimah pulang di surau, di hadang nyo di nan kalam, lai kah patuik karajo kamanakan Pandeka ko?
Pndeka S     : Ampun baribu kali ampun Angku Palo, yo indak tantu dek ambo doh iko karajonyo, bia denai aja si Jalatu, iyo bana malu denai di bueknyo, bia denai kirim inyo karantau lakeh, pado mambalak di kampuang ko.
Jala              : Ampun baribu kali ampun Angku Palo, denai mamintak ma’af ka Angku Palo, baitu juo kawa’ang Ramli, denai bajanji ka Allah, indak kadenai buek sarupo iko lai doh.
Angku P      : Kalau baitu kato wa’ang Jala, alah sanang hati kami mandanga. Bakarajo samolah wa’ang jo kawan-kawan wa’ang, mambangun kampuang kitoko, mambantuak nagari kito, saiyo sakatolah handaknyo, kok barek samo kito pikua, ringan samo kito jinjiang, kok ado sesuatu nan rumik jo mupakaik lah kito putuihkan, kailie sarangkuah dayuang kamudiak sarantak galah, indak ado karuah nan indak kajaniah, indak ado kusuik nan indak kasalasai, asanyo kito lai namuah karajo samo. Kini baitulah dek karano kito nan basamo, jikok kusuik alah salasai, jikok nan karuah alah di pajaniah, nan mukasuik alah sampai, nan di amal  nan lah pacah, kato habih bilangan tamaik jaweklah salam dari pado kami, Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barookatuh.